Google
 

22 March 2007

Bercermin pada Tim Yunior Korsel

KOMPAS, 12 Agustus 2003


GANDA putri pelatnas bulu tangkis Indonesia, Heni Budiman/Greysia Polii, telah memasuki poin-poin tua di game kedua saat unggul 13-3 atas ganda Korea Selatan Ha Jun-eun/Oh Seul-ki. Namun, itulah angka yang tertinggi bagi Heni/Greysia karena Ha/Oh mengunci dan terus melaju untuk meraih kemenangan 15-13. Ha/Oh menjadi juara dalam partai final terakhir Milo Indonesia Terbuka Yunior tersebut karena di game pertama keduanya menang telak 15-2.

Secara keseluruhan, para pemain pelatnas Indonesia yang bermarkas di Cipayung merajai turnamen dengan merebut tiga gelar juara, yaitu di tunggal putri, ganda putra, dan ganda campuran. Dalam dua nomor terakhir, bahkan terjadi final sesama pemain Cipayung.

Tim yunior Korea Selatan (Korsel) sendiri cuma mencuri satu gelar lewat ganda putri 16 tahun, Ha/Oh. Namun, hasil tersebut sudah membuat Manajer tim Lee Deuk-choon terus tersenyum.

Sukseskah lawatan tim Korsel ke Yogyakarta kali ini? Bila melihat statistik hasil yang diraih delapan pemain putra dan empat putri Korsel, jawabannya sangat tegas: sukses!

Korsel datang membawa para pemain yunior berusia 14 tahun (dua atlet), empat atlet berusia 15, empat berumur 16 tahun, dan dua berusia 17 tahun. Dengan materi 12 pemain mereka merebut 17 tempat di perdelapan final dari lima nomor pertandingan.

Artinya dari total 32 partai pertandingan di babak tersebut, lebih dari separuhya (17 partai) melibatkan para pemain Korsel. Di perempat final, mereka meraih 12 tempat, enam tempat di semifinal dan dua tempat di final.

Statistik pelatnas Cipayung memang lebih baik. Dalam perdelapan final di kelima nomor pertandingan, para pemain yunior elite Indonesia merebut 18 tempat, 14 tempat, sembilan tempat di semifinal, dan enam tempat di final.

Hanya saja, Cipayung datang dengan kekuatan yang dua kali lebih besar dari tim Korsel. Tim Cipayung membawa 27 pemain.

Statistik tim Korsel yang memukau tersebut disebabkan sebagian besar pemain Korsel bermain di tiga nomor sekaligus. Menjadi hebat karena di tiga nomor tersebut mereka mampu mencapai babak-babak penting.

Tunggal putri Ha Jun-eun, misalnya, mencapai final di tunggal putri, juara di ganda putri, dan semifinal di ganda campuran. Pasangannya, Oh Seul-ki menorehkan hasil juara di ganda putri, semifinal ganda campuran, dan perempat final tunggal putri.

Statistik tersebut juga menggambarkan begitu prima dan siap kondisi para pemain remaja Korsel. Dengan bermain rangkap, Ha harus bertarung empat kali di hari kedua turnamen, Rabu pekan lalu. Semuanya dia menangi. Di hari ketiga, dia bertanding tiga kali, ketiga-tiganya juga menang. Pada Jumat (hari keempat), Ha tiga kali bertarung dan hanya satu partai yang harus dia serahkan untuk kemenangan lawan.

Pemain putra seperti Yoo Yeon-seong (17) bahkan harus bertanding lima kali di hari kedua kejuaraan. Pagi dimulai pukul 09.00, berpasangan dengan Oh Seul-ki, Yoo menyingkirkan ganda pelatnas Yoga Ukikasah/Rintan 17-14, 17-15. Sekitar pukul 11.30, Yoo mengalahkan tunggal putra pelatnas Stenny Kusuma 11-15, 15-13, 15-13.

Tiga jam kemudian, Yoo bermain di putaran kedua ganda putra bersama Jeon Jun-bum. Mereka menang mudah atas ganda Surya Naga Gudang Garam Surabaya Fauzy/Rizky 15-4, 15-2. Pada malam harinya, Yoo kembali berlaga di perdelapan final tunggal putra. Kali ini dia menyerah dari Alamsyah (Tangkas Bogasari) dalam permainan rubber game 5-15, 15-10, 2-15.

Kurang dari dua jam, Yoo/Jeon kembali turun dan menyingkirkan Tommy Sugiarto/Ahmad Rivai (Pelita-Jaya Raya Jakarta) 15-7, 15-3. Secara umum, Yoo memperoleh hasil perdelapan final tunggal putra, perempat final ganda putra, dan semifinal ganda campuran.

Manajer tim Lee hanya manggut-manggut tersenyum sambil menepuk dada saat Kompas mengingatkan, anak-anak asuhnya menjalani hari-hari yang melelahkan di Yogyakarta. "Saya tahu. Tetapi itulah yang harus dijalani. Mereka pemain yunior dan harus merasakan semua nomor. Beberapa baru akan memperoleh spesialisasi di satu dua-nomor tahun depan," kata Lee.

Lee menepis kekhawatiran para pemainnya akan mengalami cedera. Dia begitu yakin program latihan dan persiapan yang dijalani akan dapat memperkecil kemungkinan cedera. Porsi latihan elemen-elemen fisik memang banyak dilakukan para pemain di markas mereka di Seoul. Setiap hari, para atlet yunior memulai sesi latihan dengan berenang selama satu jam kemudian dilanjutkan pada pukul 10-12.00 dan pukul 15.00-17.30. Porsi latihan itu dijalani enam hari dalam sepekan dengan Minggu sebagai hari libur. "Para atlet juga mempunyai jadwal yang banyak untuk latihan fisik, seperti jogging, lari lintas alam, dan latihan beban," tambah Lee.

Di sepak bola, tahapan ini memaksa seorang atlet muda untuk dapat bermain di semua posisi: kiper, bek, gelandang, atau penyerang. Baru pada tahapan yang lebih lanjut, seorang atlet mengalami spesialisasi, apakah di tunggal, ganda, menjadi kiper, atau striker.

Menurut pelatih fisik senior Paulus Pasurney, bentuk pembinaan multilateral diterapkan pada atlet sebelum usia 17 tahun. Dalam hal ini, PBSI memang lebih dini melakukan spesialisasi.

Paulus juga tidak heran para pemain remaja Korsel mampu bertanding empat-lima kali dalam sehari. Adalah pakar kepelatihan Rusia, Petrovsky, yang dapat menjelaskan fenomena tersebut. Menurut Petrovsky, ada tiga etape pembinaan dalam olahraga.

Dalam etape pertama, seorang atlet akan dibina daya tahan, kekuatan, dan elemen-elemen kecepatan. Etape ini dilakukan dalam kurun pertama pembinaan seorang atlet, misalnya empat tahun. Etape kedua, adalah untuk membentuk kekuatan, daya tahan khusus, dan kecepatan. Setelah lolos dari etape tersebut, seorang atlet baru memasuki etape pembinaan terakhir, yaitu bentuk-bentuk latihan juara.

Kondisi fisik atlet Korsel yang begitu tangguh agaknya menjadi cerminan hal itu. Korsel begitu memperhatikan faktor yang harus dipompa pada atlet muda. Yaitu faktor agility berupa kekuatan, kecepatan, dan kelenturan. Porsi latihan faktor tersebut haruslah punya persentase yang besar di usia tersebut.

Banyaknya waktu latihan yang dimiliki remaja Korsel dapat menjadi gambaran bahwa mereka memperoleh latihan yang padat (volume tinggi) walaupun belum tentu keras. Yang jelas, mereka dipacu agar banyak komponen seperti kekuatan otot, daya tahan, kemampuan kardio vaskularnya terbentuk dengan baik.

Bila dihubungkan dengan tahapan Petrovsky, usia sebagian besar atlet Korsel tentunya sudah memasuki etape kedua pembinaan. Dalam etape itu, jelas Paulus, tidak akan dilihat apakah atlet dapat juara, tetapi bagaimana keuletan fisik (physical toughness) dan mental toughness seorang atlet. "Di tahapan inilah dapat dilihat siapa yang dapat terus dan siapa yang akan gugur," kata Paulus. (yunas santhani azis)


Seputar Bulutangkis
bulutangkisindonesia.blogspot.com


No comments:

“ATHLETES FIRST, WINNING SECOND”