Atlet Perlu Diberi Latihan Gerak Mata
Oleh: Dr Tandiyo Rahayu MPd
PEKAN Olahraga Nasional (PON) XVI yang bakal digelar di Palembang tinggal beberapa bulan lagi. Jateng telah memasang target meraih posisi tiga besar pada pesta olahraga yang diselenggarakan setuiap empat tahun sekali itu. Berbagai upaya telah dilakukan Jateng termasuk mempersiapkan atlet untuk dibina dalam program pembinaan jangka panjang (PJP) yang telah berlangsung selama dua tahun lebih.
Dukungan Pemda pun, dalam hal ini Gubernur H Mardiyanto cukup besar, sehingga logis jika orang nomor satu di Jateng itu berharap terhadap kontingen Jateng nanti bisa memenuhi target meraih posisi tiga besar. Ini merupakan beban yang tidak ringan. Namun dengan persiapan yang baik, tidak menutup kemungkinan target itu bisa dipenuhi oleh KONI Jateng.
Dalam upaya meraih target itu, sejak Januari 2004 KONI Jateng mempersiapkan pemusatan latihan desentralisasi. Hal utama yang menurut saya perlu dicamkan dan dihayati oleh mereka yang diberi tanggung jawab untuk mengelola persiapan tim adalah bahwa yang mereka kelola adalah manusia (atlet), bukan barang atau komoditi yang bisa diolah, digarap, dibentuk hanya pada dimensi fisiknya saja.
Untuk memberi gambaran yang lebih nyata, saya ingin membagi pengalaman kepada para pembina olahraga di Jateng. Dalam dua kali kegiatan Olympic Solidarity yang pernah saya ikuti beberapa waktu yang lalu, saya mendapat kesempatan berdialog dengan pelatih asal Selandia Baru yang menangani tim sofbol putri Australia dalam Olimpiade Sydney, serta pelatih senam artistik putri untuk tim Prancis (maaf, saya tidak bisa mengingat kembali nama mereka).
Saya bertanya kepada mereka seputar apa yang sebenarnya mereka lakukan dan mereka garap dalam mempersiapkan tim. Meskipun dari negara dan cabang olahraga yang berbeda, namun secara garis besar mereka menuturkan cerita yang nyaris sama. Sebagian dari penjelasan mereka memang membuat saya mengangguk-angguk sambil membatin bahwa sebenarnya yang mereka lakukan tidak beda jauh dengan apa yang dikerjakan teman-teman pelatih di Indonesia, karena mereka bercerita tentang program latihan fisik, teknik, taktik dengan segala pernak-perniknya.
Hanya satu yang membuat saya takjub, karena tidak pernah terbayangkan bahwa ternyata gerakan bola mata juga dilatih secara khusus dan masuk di dalam program latihan mingguan. Di dalam camp disediakan ruangan khusus bagi atlet untuk melakukan latihan gerakan mata. Tujuannya agar mata mampu berfungsi secara efisien, efektif dan akurat. Latihan ini diberikan pada semua cabang olahraga yang membutuhkan akurasi pengamatan terhadap objek yang bergerak, baik objek benda maupun manusia. Pendekatan Iptek memang sudah menjadi orientasi utama mereka untuk meningkatkan prestasi. Namun yang lebih seru adalah cerita selanjutnya, sampai membuat saya sulit memejamkan mata, karena pikiran saya dipenuhi dengan angan-angan, kapan para pakar dan para pengambil keputusan dalam bidang keolahragaan di Indonesia pada umumnya dan tentu di Jawa Tengah pada khususnya mampu berpikir sedemikian komprehensif.
Sebab, negara-negara maju tersebut, telah menempatkan atlet sebagai manusia seutuhnya, yang diberi kesempatan untuk berkembang secara utuh. Pada program latihan mingguan yang mereka susun, di sesi terakhir yang biasanya jatuh pada Jumíat malam, para atlet diberi program latihan untuk mengisi otak guna mengembangkan dan mengoptimalkan ranah kognisi mereka. Materi yang diberikan adalah ilmu-ilmu dasar dalam bidang keolahragaan, seperti fisiologi olahraga, biomekanika, psikologi olahraga, sosiologi olahraga dan lain sebagainya. Yang menyampaikan materi bukan pelatihnya, tetapi para pakar di tiap bidang keilmuan. Tujuannya agar para atlet mampu lebih mengenali dirinya sendiri dan juga memiliki kemampuan untuk memberikan respons yang positif, kritis dan bermanfaat pada saat menerima dan menjalankan program latihan yang diberikan oleh pelatih, atau dengan kata lain agar terjalin komunikasi dua arah yang positif dalam proses latihan.
Mengapa program latihan pengisian otak ini diberikan setiap Jumíat malam? Karena materi yang disampaikan diharapkan dapat dijadikan bekal bagi para atlet untuk melakukan evaluasi dan refleksi diri selama mereka libur berlatih di akhir pekan.
Berkaca dari kisah yang dituturkan oleh dua pelatih yang telah menghasilkan atlet kaliber dunia itu, saya ingin menyampaikan beberapa sumbangan pemikiran yang barangkali berguna bagi persiapan pemusatan latihan kontingen Jawa Tengah untuk PON XVI mendatang.
Pertama, sudah saatnya disadari bahwa untuk dapat mencapai prestasi yang optimal bukan urusan fisik semata. Konsentrasi pada penggarapan aspek fisik hanya akan menghasilkan atlet yang hebat di arena pemusatan latihan, tetapi menjadi tidak berkutik pada saat harus berlaga di arena pertandingan yang sesungguhnya.
Kedua, libatkan para pakar keolahragaan secara intensif. Pengertian pakar yang saya maksud dalam kaitan ini adalah orang yang benar-benar menguasai ilmu, teori dan praktik keolahragaan. Ketiga, berikan kesempatan bagi atlet dan pelatih untuk secara berkala berdialog dengan wasit atau juri dari cabang olahraga yang bersangkutan.
(Penulis adalah tenaga pengajar di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang-80)
Seputar Bulutangkis
bulutangkisindonesia.blogspot.com
No comments:
Post a Comment