Google
 

08 March 2007

Sumber Stres Bagi Atlit Pelajar


Oleh : Yuanita Nasution, S.Psi, M.App.Sc.
http://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/SegJas/Edisi_14_th_VII_2000/Sumber_stres.htm



Untuk mengetahui penyebab atlit pelajar mengalamani stres, dilakukan identifikasi sumber stres terhadap 202 pelajar SLTP/SMUN Ragunan dengan pengisian kuesioner yang bersifat terbuka. Data hasil kuesioner berupa daftar pernyataan mengenai sumber stres yang berhubungam maupun yang tidak berhubungan dengan olahraga. Data dianalisa secara kualitatif menggunakan prosedur analisa ini induktif untuk mendapatkan katagori umum sumber stres pada atlit pelajar SLTP/SMU Ragunan. Selanjutnya dibahas bagaimana cara mencegah dam mengatasi stres tersebut.

Sebagai salah satu usaha pemerintah untuk membina calon atlit sedini mungkin dan guna meningkatkan prestasi olahraga nasional didirikanalah Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) di seluruh propinsi. Para atlit pelajar terbaik dari seluruh PPLP di tanah air tersebut, kemudian dididik dan dilatih di Sekolah Khusus Olahragawan Major SLTP/SMU Negeri Ragunan di Jakarta. Sesuai dengan tujuan pendirian sekolah ini, para siswanya dituntut untuk berprestasi tinggi dalam olahraga yang ditekuninya tanpa mengesampingkan prestasi akademiknya. Para atlit pelajar SLTP/SMUN Ragunan yanq terdiri dari berbagai cabang olahraga ini tinggal di asrama dan menjalani latihan pagi dan sore di dalam kompleks sekolah tersebut. Sekolah ini berskala nasional, oleh karena itu sebagian besar siswanya berasal dari berbagai penjuru daerah yang jauh dari ibukota. Dengan demikian para atlit pelajar tersebut juga harus siap menghadapi transisi budaya karena perbedaan adat istiadat, lagat bahasa dan kebiasaan, termasuk juga kebiasaan makan. Selain itu, para siswa juga harus melakukan penyesuaian diri terhadap suasana latihan termasuk pergantian pelatih dan program latihan. Peru bahan-perubahan suasana atau siatuasi yang memerlukan penyesuaian diri ini sangat berpotensi untuk menyebabkan para atlit pelajar tersebut mengalami stres.

Stres merupakan gejala keseimbangan diri untuk dapat beradaptasi terhadap adanya perubahan baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Jika seseorang berada dalam keadaan stres, maka seluruh pola hidup dan kesehatannya juga akan terganggu sehingga produktivitas kerjanya menurun (Smith, 1993). Berbagai penelitian dalam bidang psikologi olahraga (al. Hoedaya, 1997; Madden et. al., 1995) juga membuktikan bahwa stres dapat menurunkan prestasi atau setidaknya mengganggu kelancaran pelaksanaan latihan. Dengan demikian stres perlu dihindari dan atlit perlu diajarkan cara-cara untuk menangani stres ("coping with stress").

Untuk dapat mengajarkan cara-cara mengatasi stres bagi atlit pelajar, perlu terlebih dahulu diketahui situasi-situasi bagaimana yang dapat menimbulkan stres. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi mengenai hal-hal atau situasi apa saja yang menjadi surnber stres bagi masing-masing atlit pelajar tersebut.

Berdasarkan berbagai kajian teoretis, stres dalam olahraga dapat bersumber dari hal yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan olahraga. Smith (1986), menemukan bahwa stres yang dialami atlit dalam penelitiannya timbul pada saat latihan, sebelum pertandingan, saat pertandingan, dan setelah pertandingan. Penelitian lainnya (Gould et al., 1993: Nasution, 1998; Nasution et al., 1997) juga mengidentifikasi sumber stres yang tidak berhubungan dengan olahraga. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diidentifikasi situasi apa sajakah yang dapat menyebabkan stres bagi atlit pelajar SLTP/SMUN Ragunan baik yang berkaitan atau yang tidak berkaitan langsung dengan olahraga.

Metode

1. Instrumen Penelitian

Penelitian identifikasi sumber stres ini merupakan studi kualitatif. Untuk mendapatkan masukan sebanyak mungkin dengan waktu yang terbatas, maka diharapkan metode survey yang menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan pertanyaan terbuka. Inti pertanyaannya adalah mengenai pengalaman siswa mengenai situasi atau hal yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan olahraga, yang dapat menimbulkan stres bagi mereka. Pertanyaan yang berhubungan dengan olahraga meliputi peristiwa-peristiwa yang dapat menimbulkan stres dalam latihan, sebelum pertandingan dan saat pertandingan. Sedangkan pertanyaan yang tidak berhubungan dengan olahraga meliputi peristiwa di luar latihan dan pertandingan serta peristiwa lain yang tidak berhubungan dengan olahaga yang dapat menyebabkan para atlit pelajar mengalami stres. Dari hal-hal yang telah dikemukakan, kemudian mereka diminta untuk menentukan sumber stres mana yang dianggap paling berat.

2. Partisipan

Pengumpulan data dilakukan terhadap 202 atlit pelajar SLTP/SMUN Ragunan yang bersedia berpartisipasi, setelah terlebih dahulu dilakukan penjelasan umum kepada mereka dan diminta persetujuannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan pada akhir tahun 1999. Usia partisipan berkisar antara 12-19 tahun dengan usia rerata 15 tahun 8 bulan. Mereka berasal dari 15 cabang olahraga, yaitu: angkat besi, atletik, bulutangkis, bola basket, bolavoli, loncat indah, gulat, panahan, renang, senam, sepak bola, taekwondo, tennis lapangan, tenis meja dan tinju.

Analisa Data

Dari hasil pengisian kuesioner di dapatkan data yang berupa sederetan daftar pernyataan mengenai situasi, peristiwa atau hal yang oleh para atlit dianggap dapat menimbulkan stres. Data tersebut kemudian dianalisa secara kualitatif dengan teknik analisa isi induktif (inductive content analysis, Patton, 1990). Dalam analisa tersebut kelompok pernyataan yang memiliki makna serupa dikatagorikan secara hirarki menjadi Tema Tingkat I, Tema Tingkat II sampai akhirnya terbentuklah Dimensi Umum sumber stres.

Hasil

Analisa isi induktif terhadap 554 pernyataan sumber-sumber stres terberat yang dikemukakan oleh para atlit pelajar menghasilkan enam dimensi umum sumber stres. Terbentuknya dimensi umum sumber stres tersebut terlihat dalam tabel berikut ini.

Pernyataan

Tema Tk.I

Tema Tk.II

Dimensi Umum

Latihan yang monoton (12)
Latihan menjenuhkan, tak bervariasi (4)
Latihan yang berat (24)
Kebanyakan latihan fisik (6)
Menurunkan menjaga berat badan (2)

Program latihan berat, monoton dan tak menyenangkan

Menjalankan peran sebagai atlit

MENJALANKAN PERAN SEBAGAI ATLIT PELAJAR

Target yang dibebankan kepada saya (5)
Saat tes fisik lari (5)
Sedang ada pemilihan atlit (2)
Takut mengecewakan orang tua (2)

Beban pencapaian target

Terlalu banyak peraturan di sekolah (2)
Terlalu padatnya kegiatan sekolah dan latihan (2)
Belajar (6)
Pelajaran yang tak disukai/sukar (9)
Menjelang ulangan umum (6)
Nilai rapor jelek (7)
Banyak tugas OSIS

Masalah yang berhubungan dengan pelajaran dan kegiatan sekolah

Menjalankan peran sebagai pelajar

Terlalu banyak aturan di asrama (7)

Suasana asrama

Menjenuhkan dan masalah kehidupan di asrama

KEHIDUPAN DI ASRAMA ATLIT PELAJAR

Jenuh kurang hiburan di asrama (31)

menjenuhkan

Suasana di asrama ramai
Saat belajar di ganggu teman (2)
Orang ribut saat tidur (2)
Di asrama kehilangan sesuatau (3)
Takut hal-hal ghaib
Kaget bila mendengar suatu hal

Suasana asrama yang mengganggu ketenangan

Kamar dna kamar mandi tak bersih
Harus memcuci maju sendiri (2)
Mekanan di asrama tidak memadai (2)

Sarana/fasilitas di asrama kurang memadai

Kurangnya sarana dan fasilitas sebagai atlit pelajar

Tak punya uang (16)
Terlambat mendapatkan uang saku (2)

Masalah finansial

Kangen dengan keluarga (3)
Rindu kepada orang tua (10)
Kehabisan tiket pulang kampung
Orang tua sakit (2)

Masalah jauh dari keluarga

Masalah jauh dari keluarga

Saat akan menghadapi pertandingan (20)
Sebelum pertandingan di mulai
Menunggu panggilan saat bertanding (2)
Saat mengambil loncatan atau gerakan
Peralatan pertandingan tertinggi (2)

Ketegangan sesaat sebelum pertandingan di mulai

Suasana tegang menjelang dan saat bertanding

MENJELANG DAN SAAT BERTANDING

Situasi menegangkan saat pertandingan (6)
Dalam pertandingan poin tertingi jauh
Jika poin seimbang

Situasi menegangkan saat pertandingan

Prestasi tidak maksimal

PRESTASI DAN TIDAK MAKSIMAL

Membuat kesalahan dalam pertandingan (4)
Main jelek, gerakan dalam tanding tak bagus (7)

Penampilan dalam tanding tak baik

Kalah dalam bertanding (11)
Gagal dalam bertanding (6)
Gagal mencapai target prestasi (2)
Tak masuk tim inti (3)

Gagal mencapai target

Latihan jelak (7)
Tak berhasil melakukan sesuatu (4)
Bila sulit menangkap latihan teknik (6)
Jika pelaratan rusak (2)
Prestasi turun (4)
Latihan tak ada kemajuan (4)
Skill menurun draktis karena sakit/libur

Prestasi latihan menurun

Kondisi badan sedang tidak sehat/tidak fit (14)
Sedang haid (2)
Cedera (6)
Cedera bagian tubuh (3)
Kurang istirahat (7)

Sedang tidak fit

Perasaan dan pikiran negatif (10)
Kurang percaya diri (35)
Menunggu suatu keputusan
Harus tampil di depan orang banyak
Takut kalah (5)
Takut bermain jelek (5)
Takut kelakukan kesalahan gerakan (4)
Melihat lawan terlalu bagus/berat (14)
Mencoba loncatan baru (2)
Takut mencoba kerena takut salah

Adanya pikiran negatif dan kurang percaya diri

Pikiran negatif dan kurang percaya diri

MASALAH PSIKOLOGIS

Masalah pribadi (14)
Masalah dalam keluarga (17)
Memikirkan masa depan (4)
Kurang beribadah (2)
Ditinggal orang yang disayangin (2)

Masalah pribadi dan keluarga

Masalah pribadi dan keluarga

MASALAH PRIBADI DAN KOMUNIKASI INTER PERSONAL

Tak bisa berkomunikasi dengan pelatih (4)
Pelatih tak mengerti perasaaan kita (6)
Pelatih marah-marah (6)
Dimarahi guru (5)

Hubungan dengan pelatih dan guru tidak harmonis

Masalah komunikasi inter personal

Masalah dalam pergaulan (4)
Masalah dengan teman-teman (9)
Ada
masalah dengan senior (2)
Saat tak punya teman untuk ngobrol (5)
Berantem dengan pacar (7)

Masalah komunikasi inter personal

Pembahasan

Dari keenam, dimensi sumber stres yang diperoleh dalam penelitian ini, terlihat bahwa stres pada atlit pelajar SLTP/SMUN Ragunan bersumber baik dari hal yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan langsung dengan olahraga. Temuan ini sejalan dengan penelitian-penelitian serupa yang dilakukan terhadap atlit yang lebih senior (a.l., Gould, Jackson & Finch, 1993; Nasution, 1998).

Dimensi "menjalankan peran sebagai atlit pelajar" dan "prestasi olahraga tidak maksimal", ternyata merupakan dua sumber stres yang paling banyak disebutkan oleh Para siswa. Hal ini tidak mengherankan mengingat mereka dituntut untuk melakukan kewajiban sebagai atlit sama baiknya dengan kewajiban sebagai siswa biasa.

Namun, bagi atlit pelajar ternyata masalah-masalah di luar olahraga, terutama masalah kehidupan di asrama dan komunikasi interpersonal dianggap lebih berat dibandingkan dengan stres yang berhubungan dengan pertandingan. Hal ini menunjukkan bahwa atlit pelajar masih belum mampu untuk menangani hal-hal diluar olahraga dibandingkan dengan atlit yang lebih senior. Terbukti pula dari banyaknya pernyataan yang menunjukkan bahwa masalah psikologis merupakan suatu sumber stres bagi atlit pelajar. Jika melihat kelompok usia mereka yang masih tergolong remaja, kecenderungan ini wajar, dimana kematangan emosi pada usia remaja memang masih labil dan ketergantungannya pada orang lain masih cukup tinggi.

Suatu hal yang tampak jelas dari identifikasi sumber stres ini adalah bahwa sumber stres yang keadaannya lebih menetap, seperti menjalankan peran sebagai atlit pelajar dan kehidupan di asrama, tampaknya lebih mengganggu di bandingkan dengan sumber stres yang kemungkinan timbulnya tidak terlalu sering, dalam hal ini suasana menjelang dan saat pertandingan.

Kesimpulan dan Saran

Dari studi ini dapat disimpulkan bahwa olahragawan pelajar SLTP/SMUN Ragunan menghadapi berbagai sumber stres. Sumber stres tersebut terutama berasal dari kehidupan sehari-hari mereka sebagai atlit pelajar yang sekolah, berlatih dan tinggal di asrama yang berada dalam satu kompleks. Agar para atlit dapat berprestasi maksimal, maka hal-hal yang dapat menyebabkan stres tersebut perlu di tiadakan atau diperbaiki. Bersamaan dengan itu para atlit pun perlu dibekali dengan keterampilan-keterampilan psikologis agar mereka dapat menangani atau menghindari stres yang mungkin dialaminya.


Kepustakaan

1. Gould, D., Jackson, S.A. & Finch, L.M., Sources of stress in national champion figure skaters, Journal of Sport & Exercise Psychology, 15,134-159., 1983.

2. Hoedaya, 0., Cross-cultural and gender comparisons on sources of acute stress, use and effectiveness of coping strategies and effectiveness of stress management training among team sport competitive athletes. Unpublished doctoral dissertation, University of Wollongong, New South Wales, Australia. 1997.

3. Madden, C., Kirkby, R., McDonald, t)., Summers, J., Brown, t). & King, N.J., Stressful situations in competitive basketball, Australian Psychologist, 30,119-124, 1995.

4. Nasution, Y., Coping Strategies used by Indonesian badminton players. Unpublished masters thesis, Victoria University of Technology, Australia, 1998.

5. Nasution, Y., Marris, T. & Fortunato, V., Coping Strategies used by Indonesian badminton players, Australian Journal of Psychology, 49,114 (suppl.), 1997.

6. Patton, M.Q., Qualitative evaluation and research methods (2nd ed.)., Newbury Park, CA:Sage, 1997.

7. Smith, J.C., Understanding Stress and Coping, New York:Macmillan, 1993.

8. Smith, R.E.., Toward a cognitive-affective model of athletic burnout, Journal of Sport Psychology, 8, 36-50.,1986.


Seputar Bulutangkis
bulutangkisindonesia.blogspot.com


Bulutangkis dan Fisika



Dhina Pramita Susanti, Peraih Medali Emas Fisika :
Belajar Fisika ? Asyik Lagii...
Oleh SH/yudi wijanarko

"Besok pagi atau tanggal 21 Juni 2005, usianya baru 16 tahun. Seperti remaja tanggung kebanyakan, pembawaan gadis kecil berkulit hitam manis itu ceria, bahkan tergolong "rame". Seperti remaja seusianya pula, Dhina Pramita Susanti itu pun memiliki hobi yang "standar" yang digemari remaja seusianya pula seperti chatting atau ber-email ria via internet, berenang atau kirim-kirim SMS (layanan pesan singkat telepon seluler) ke sesama teman.

Namun ada yang membedakan antara siswi kelas II Sekolah Menengah Umum (SMU) 3 Semarang itu dengan ribuan remaja seusianya yakni prestasinya. Anak pertama dari pasangan Ir Sahid Yogasari dan Ir Sustanti itu baru saja mendapatkan medali emas di ajang The First Step to Nobel Prize in Physics XIII Tahun 2005 di Polandia! Medali emas bidang Fisika.

Ya. Sebagai peneliti belia bidang fisika, Dhina memang jauh dari gambaran para "ahli ilmu sulit" itu. Tak ada kacamata tebal yang "nangkring" di hidungnya. Bicaranya yang "rame" yang selalu ditimpali dengan bunyi "chetak" dari ibu jari dan jari tengah yang diadu, dia tidak pendiam, atau pun berkaca mata tebal. Dhina benar-benar seperti remaja biasa yang lain. Prestasinyalah yang membuatnya sedikit berbeda.

Penghargaan dari Polandia yang akan diterimanya November mendatang itu, semakin memperkuat kehadiran Dhina dalam ranah para peneliti fisika di tanah air. Buah karya penelitiannya yang berjudul Curved Motion of A Shuttlecock yang dikirimkan kepada juri di ajang The First Step to Nobel Prize in Physics XIII dinilai sebagai karya orisinal yang meneliti gerakan shuttlecock dalam permainan olahraga bulutangkis.

"Menurut juri, penelitian saya adalah hal baru dan menarik. Sebab penelitian sebelumnya yang sudah ada baru meneliti pola gerakan pada bola tenis, softball dan sepak bola," kata Dhina, ketika ditemui SH di rumahnya, Jalan Plamongan Permai Utara I/274 Semarang, pekan lalu.

Hasil penelitiannya, sambung Dhina, menemukan bahwa ternyata gerakan shuttlecock di udara membentuk lintasan melengkung yang tidak sempurna. Padahal, pada gerakan parabola yang umum, lintasannya melengkung sempurna. Sehingga dapat dikatakan bahwa gerakan parabola pada shuttlecock adalah gerakan yang unik karena menghasilkan lintasan parabolik tidak sempurna.

Gerakan Tidak Sama

Selama proses penelitian yang memakan waktu tiga bulan itu, Dhina diampu oleh tiga orang pembimbing sekaligus yakni Prof Yohanes Surya, I Made Agus Wirawan dan guru Fisika di SMU 3 Semarang, Sutardi Spd. Selama penelitian di lapangan, Dhina sempat bolak-balik mengunjungi sejumlah klub bulutangkis di Semarang seperti Perkumpulan Bulutangkis (PB) Garuda, PB Sahabat Universitas Negeri Semarang (Unnes) dan PB 149 di almamaternya.

"Dibantu mama, papa dan juga teman, saya merekam dengan camera video gerakan shuttlecock yang dimainkan di klub bulutangkis itu,"ujarnya sambil tertawa, memandang mamanya, yang mendampingi saat wawancara.

Gambar yang sudah direkam dengan camera video itu, lanjut Dhina, lalu ditransfer ke komputer dan diekstrak dengan sebuah software bernama world of motion. Melalui software itulah, gambar rekaman gerakan shuttlecock dapat terbaca parameternya seperti kecepatan, posisi dan waktu.

Parameter tersebut lalu oleh Dhina dianalisis kembali dengan menggunakan rumusan-rumusan matematika seperti gerakan linier dan quadratic. Lalu analisis itu menghasilkan temuan bahwa gerakan parabola pada shuttlecock ternyata adalah gerakan linier. Sedangkan pada gerakan parabola bola tenis, softball dan sepakbola gerakannya adalah gerakan quadratic.

"Temuan ini sekaligus menjelaskan kepada kalangan awam yang selama ini memercayai bahwa gerakan melayang di udara antara bola tenis, softball, sepakbola dengan shuttlecock adalah gerakan parabola yang sama. Padahal kenyataannya berdasar penelitian saya, gerakannya ternyata berbeda,"jelas Dhina dengan ceria.

Mampu Memadukan

Selama wawancara berlangsung, Dhina memang selalu ceria. Bahkan tak jarang pemilik berat badan 55 kilogram itu tertawa lebar. Pembawaanya enjoy, sama seperti dia menyikapi pelajaran fisika yang disukainya sejak kelas satu SMU. Menurutnya, fisika bukan pelajaran sulit. Asal dihadapi dengan tenang dan gembira, pelajaran yang selalu jadi momok anak-anak sekolah itu sebenarnya mudah.

"Saya sering melakukan coba-coba ketika menjawab soal fisika. Eh, ternyata dari coba-coba itu kok ternyata jawabannya benar. Karena itulah, bagi saya pelajaran itu sangat asyik, menyenangkan,"ujarnya lagi.

Dilihat dari prestasi di sekolahnya, Dhina bukanlah golongan siswa yang selalu juara kelas. Ketika lulus dari SMP 2 Semarang, peringkatnya hanya di posisi 7 di sekolah favorit tersebut. Sementara nilai pelajaran fisika SMU di semester satu kemarin hanya 79. Rangkingnya pun selalu berada di peringkat 4-5 di kelasnya.

Tapi kelebihan yang ada pada Dhina, kata Sutardi, guru fisika di SMU 3 Semarang, dia mampu memadukan fisika, matematika, bahasa Inggris dan komputer. Karena kelebihannya itulah, ujar Sutardi, Dhina harus belajar fisika tingkat tinggi (setara program Master atau Strata dua) dan bukan lagi pelajaran Fisika untuk anak SMU.

Kembali pada karya penelitiannya Curved Motion of A Shuttlecock menurut Dhina itu adalah pengembangan dan perbaikan dari karya sebelumnya yang berjudul The Influence change of Temperature towards Magnetisum yang meraih posisi 5 besar tingkat nasional pada seleksi tahap pertama untuk mengikuti ajang dunia itu. Oleh ketiga pembimbingnya, karya itu disarankan untuk disempurnakan lagi dan judulnya berubah menjadi Analysis of the Shuttlecock Movement in the Badminton Game yang akhirnya meraih posisi satu untuk seleksi ajang yang sama. Persoalan judul kembali berubah menjadi The Physics of Badminton hingga akhirnya menjadi Curved Motion of A Shuttlecock yang memperoleh medali emas atau juara I pada The First Step to Nobel Prize in Physics XIII di Polandia.

Karya Dhina itu juga mengalami perjalanan yang menarik. Sebelum diumumkan menjadi juara pertama di ajang sangat bergengsi itu, pada tanggal 25-29 April 2005 yang lalu Dhina bersama Chrisanty Rebecca Surya (putri Prof Yohanes Surya) mempresentasikan karyanya di ajang XII International Conference of Young Scientiest di Polandia. Pada lomba tersebut keduanya meraih medali perunggu.

Bingung

Sebelum menghasilkan karya penelitian itu, Dhina juga memiliki karya berjudul "Mangga sebagai Sumber Energi Listrik" yang pernah dilombakan dan meraih juara pertama dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Bidang Fisika Universitas Negeri Semarang (Unnes). piala dari lomba tersebut dipajang di ruang tamu rumahnya.

Setelah tenggelam hampir empat bulan dalam penelitiannya itu dan mengharuskan dia tidak mengikuti pelajaran di sekolah, Dhina kini sibuk mengejar ketinggalan pelajarannya di sekolah. Satu hal yang masih membingungkannya, soal cita-citanya kelak: menjadi ahli fisika atau ahli nuklir. Padahal dulu sewaktu SMP pernah ngotot bercita-cita jadi psikiater. Kalau kini ingin jadi ahli fisika, itu tak lain gara-gara kecintaannya pada fisika. "Belajar fisika, asyik lagii...," katanya.

Sumber : Sinar Harapan (2 Juni 2005)


Seputar Bulutangkis
bulutangkisindonesia.blogspot.com

“ATHLETES FIRST, WINNING SECOND”